Menelisik Penyakit Demensia di Era Yunani Kuno dan Kekaisaran Romawi
Menelisik Penyakit Demensia di Era Yunani Kuno Demensia kini merupakan salah satu penyakit yang banyak di temukan pada masyarakat dalam peradaban modern. Penyakit ini umumnya berkaitan dengan kemampuan memori, berpikir, dan sosial seseorang terutama pada orang lanjut usia (lansia).
Berdasarkan data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), setidaknya lebih dari 55 juta masyarakat dunia mengalami demensia. Setiap tahunnya, terdapat kasus baru penyakit demensia pada hampir 10 juta orang.
Meski demensia kini merupakan penyakit ketujuh yang menjadi penyebab kematian warga dunia, sebuah penelitian dari University of Southern California menunjukkan bahwa penyakit ini sangat jarang terjadi pada masa Yunani Kuno maupun Kekaisaran Romawi.
Dengan menelisik arsip-arsip medis yang terbit pada 2.000 hingga 2.500 juta tahun lalu, demensia merupakan penyakit yang langka pada masa itu. Para peneliti menyebut bahwa penyakit serupa seperti Alzheimer dan penyakit lainnya dalam rumpun demensia merupakan penyakit era modern.
Lebih rinci, penyebab dari demensia dan penyakit terkait seperti Alzheimer ada kaitannya dengan lingkungan dan gaya hidup pada era modern. Beberapa contohnya adalah gaya hidup dengan gerak yang minim dan polusi udara.
Caleb Finch, penulis utama penelitian dari USC Leonard Davis School of Gerontology, mengatakan bahwa pada masa Yunani Kuno, penyakit demensia maupun gangguan kognitif ringan sangat jarang ditemukan. Begitu pula dengan temuan penyakit tersebut pada masa Kekaisaran Romawi.
“Ketika kami melihat masa Kekaisaran Romawi, kami menemukan setidaknya empat pernyataan yang menyebutkan jarangnya kasus demensia tahap lanjut-kami tak bisa menyebutnya sebagai Alzheimer. Jadi, ada perkembangan dari masa Yunani kuno ke Kekaisaran Romawi,” jelasnya sebagaimana dilansir dari Science Daily.
Catatan Medis Masa Yunani Kuno dan Kekaisaran Romawi
Penelitian ini juga menemukan bahwa catatan pada masa Yunani kuno mengenal masalah ingatan akibat penuaan sebagai hal yang umum di kalangan lansia. Namun, penyakit ini mengarah ke apa yang tenaga kesehatan masa kini sebut sebagai gangguan kognitif ringan.
Akan tetapi, gangguan tersebut tidak mendekati dengan masalah kehilangan ingatan kronis hingga masalah penalaran akibat demensia maupun jenis penyakit yang mirip seperti Alzheimer.
Berdasarkan hasil yang terbit di Journal of Alzheimer’s Disease itu, analisis dari tulisan medis kuno buatan Hippocrates dan pengikutnya juga tidak menyebut adanya masalah kehilangan ingatan. Namun, teks tersebut memuat penyakit yang umum di alami orang lansia seperti tuli, pusing, dan gangguan pencernaan.
Lebih rinci, Hippocrates yang di kenal sebagai dokter pada masa Yunani kuno menyebut bahwa cedera pada bagian otak berdampak pada gangguan kognitif. Di sisi lain, Plato menulis bahwa prinsip penyebab demensia ada pada penuaan yang menurunkan performa kesehatan mental.
Berbeda dengan masa Yunani Kuno, catatan masa Kekaisaran Romawi justru menemukan bahwa ada peningkatan masalah demensia. Ada empat tokoh yang mencatat penyakit ini pada masa itu.
Galenos menyebut bahwa pada usia 80 tahun, beberapa lansia akan mulai kesulitan belajar berbagai hal baru. Sementara itu, Plinius Tua mencatat bahwa ada kasus di mana orator sekaligus anggota dewan pemerintah Valerius Messala Corvinus lupa namanya sendiri.
Bahkan, Marcus Tullius Cicero juga mengamati bahwa kekonyolan orang-orang lansia merupakan ciri dari orang tua yang tidak bertanggung jawab, meski hal ini tak berlaku bagi semua orang. Dia turut menyebut bahwa demensia merupakan konsekuensi tak terhindarkan dari proses penuaan.
Temuan berbagai teks ini membuat para peneliti berasumsi tentang kondisi kota Romawi saat itu. Dia menyebut bahwa semakin padat dan polusi semakin tinggi kota tersebut, maka kasus penurunan kognitif bisa meningkat.
Studi Alzheimer pada Masyarakat Suku Tsimane
Dengan minimnya data demografis pada masa Yunani kuno dan Kekaisaran Romawi, para peneliti menggunakan referensi penuaan kuno pada masyarakat Tsimane. Suku ini merupakan warga lokal yang berada di kawasan Amazon di Bolivia.
Suku Tsimane terkenal dengan gaya hidup praindustri seperti masyarakat pada zaman Yunani kuno dan Kekaisaran Romawi. Warganya di kenal memiliki fisik yang sangat sehat dan aktif serta tingkat demensia yang rendah.
Temuan ini di dukung dengan hasil penelitian internasional yang berbeda milik profesor Margaret Gatz dari USC Leonard Davis School. Hasilnya, hanya ada sekitar satu persen masyarakat lansia suku Tsimane yang mengidap demensia.
“Data [tentang] suku Tsimane sangat bermanfaat karena bahasannya cukup mendalam. Mereka menjadi populasi masyarakat lansia dengan demensia paling sedikit yang pernah di dokumentasikan,” ujar Finch.
Dia juga menambahkan bahwa penelitian milik Gatz turut mengindikasi bahwa risiko demensia terbesar ada pada lingkungan.
Baik Finch maupun Stanley M. Burstein sebagai sejarawan dari California State University menyebutkan penelitian mereka membutuhkan studi sejarah lebih lanjut untuk mengetahui tingkat prevalensi penyakit demensia dan penyakit sejenis seperti Alzheimer.
Baca juga: Dampak Perubahan Iklim ke Laut