James Clavell, Penulis Novel ‘Shogun’ yang Pernah Ditahan di Singapura
James Clavell Pernah Di tahan di Singapura Serial Shōgun kini tayang di Disney+ Hotstar sejak Februari 2024. Serial ini berdasarkan cerita fiksi dari novel dengan judul sama karya novelis Inggris James Clavell.
Kisah dari cerita Shōgun terinspirasi dari Kekaisaran Jepang masa Kampanye Sekigahara (1598-1603) periode Sengoku. Periode ini merupakan gejolak antarpenguasa di Jepang antara Tokugawa Ieyasu dan Ishida Mitsunari.
Clavell menggunakan dua pemimpin bertentangan tersebut dalam tokoh fiksi seperti Yoshii Toranaga dari Tokogawa Ieyasu, Ishido Kazunari dari Ishida Mitsunari. Dia menghadirkan orang Inggris pertama yang menyambangi Jepang, William Adams yang punya hubungan baik dengan Tokugawa. Dalam cerita, Adams dinamai John Blackthorne.
Karya James Clavell
Tidak hanya Shōgun, Clavell menulis novel bernuansa kebudayaan Asia lainnya, seperti King Rat (1962), Tai-pan (1966) berlatar di Hong Kong, Gai-jin (1993) bernuansa di Jepang, dan nuansa Iran pada Whirlwind (1986).
Pengetahuan Clavell tentang kebudayaan Asia ini karena pengaruh ayahnya yang bekerja sebagai Angkatan Laut Kerajaan Inggris. Ayahnya sering menceritakan pengalaman bertugas di Tiongkok sebelum Perang Dunia I pecah.
Clavell sendiri lahir di Sydney, Australia, saat ayahnya berdinas di luar Inggris pada 10 Oktober 1924. Keluarganya membawanya kembali ke Inggris kala ia berumur sembilan bulan. Dia melanjutkan pendidikannya di sebuah sekolah umum di Portsmouth, Inggris.
Ketika Perang Dunia II pecah pada 1939 dan melibatkan Inggris, pendidikan Clavell terhenti. Dia kemudian mendaftarkan diri untuk bertugas sebagai anggota Artileri Kerajaan di Angkatan Darat Inggris. Alasannya sederhana: Clavell ingin melanjutkan tradisi keluarganya yang berkecimpung di dunia militer.
Baca juga: Pemuda Maluku Membajak Kereta di Belanda
Latar Belakang James Clavell
Saat itu, Clavell berusia 17 tahun dan sudah menjadi kapten. Divisi artileri melatihnya untuk perang di gurun. Namun, kondisi Perang Dunia II mengharuskan pimpinan militer menempatkan Clavell di tempat lain. Pasalnya, Kekaisaran Jepang telah berhasil meluluhlantakkan Pearl Harbor pada 1941.
Clavell dan rekan-rekannya di kirim ke Singapura, koloni Inggris yang terancam diduduki Jepang. Mereka ke sana hanya dengan delapan senjata antipesawat dan sebuah kapal kecil yang memuat persenjataan.
Dalam sebuah wawancara di New York Times, Clavell mengatakan pengalamannya yang memilukan. Di Singapura, mereka di tenggelamkan oleh pesawat pengebom Jepang di Selat Bangka, Hindia Belanda. Beruntung, ada kapal Belanda yang menjemput mereka. Kapal itu berusaha melarikan diri ke India.
Namun, mayor pimpinan Clavell bersikeras untuk melanjutkan perang. Dia ingin kembali ke pelabuhan terdekat dan melanjutkan serangan tanpa serangan. Clavell dan rekan-rekannya akhirnya di terima di sebuah perkampungan Melayu. Ide melanjutkan perang ini di anggap bodoh, pikir Clavell.
Jepang menguasai Singapura pada 1942
Perwira Angkatan Darat Inggris itu beserta rekan-rekannya pun ditangkap oleh Jepang yang telah menguasai Singapura pada 1942. Dia sempat berupaya melarikan diri, namun wajahnya kena tembak. Bersama rekan-rekan lainnya, Clavell di tahan di kamp penjara Singapura bernama Changi.
Kondisi penjara tidak enak. Makanannya hanya seperempat pon beras per hari, satu butir telur per minggu, dan sesekali sayuran. Lingkungan alam tropis membawa penyakit. Beberapa tahanan tewas karena kondisi ini.
Di balik kondisi yang tidak enak ini, Clavell mempelajari banyak hal. ”Changi menjadi universitas buat saya, bukan penjara saya,” tuturnya di New York Times.
“Di antara para narapidana, ada ahli di semua lapisan masyarakat – jalan tinggi dan jalan rendah. Saya mempelajari dan menyerap semua yang saya bisa mulai dari fisika hingga pemalsuan, tetapi yang terpenting saya belajar seni bertahan hidup, mata pelajaran yang paling penting dari semuanya,” kesannya.
James Clavell Bebas 1945
Clavell baru menghirup udara bebas pada 1945, setelah Jepang menyerah. Dia kembali ke Inggris. Akan tetapi, karir militernya terhenti setahun berikutnya karena cedera motor. Ia melanjutkan hidup dengan belajar satu tahun di University of Birmingham, sembari bekerja serabutan.
Babak kehidupan inilah yang membuat ia mengembangkan minatnya pada indsutri film. Awalnya dia bekerja sebagai distributor, kemudian menjadi penulis skenario pada 1950-an. Keahliannya membawa Clavell berkesempatan ke Hollywood, AS.
Akan tetapi, pengalaman di Changi begitu traumatis. Dia tidak menceritakan ke siapa pun, termasuk kepada istrinya, April Clavell, yang dinikahinya pada 1952.
Pada 1954, serikat penulis perfilman di Amerika melakukan pemogokan kerja. Kesempatan ini memberi peluang bagi Clavell untuk mengekspresikan pengalamannya lewat istirahat tidak terduga. Istrinya bahkan mengurung Clavell di ruang baca dan hanya di perbolehkan keluar setelah menulis lima halaman.
Singkatnya, dia menerbitkan novel perdananya, King Rat pada 1962. Novel fiksi ini bertema petualangan yang terinspirasi dari pengalamannya saat di tahan Jepang di Singapura. Dari novel ini, Clavell mengutarakan pendapatnya tentang perselisihan budaya antara dunia Timur dan Barat.
Sejak itulah, Clavell bersemangat untuk terus berkarya dalam penulisan novel dan perfilman. Dia wafat pada 6 September 1994 di Vevey, Swiss.