300 Tahun Immanuel Kant: Mengenang sang Filsuf Pencerahan dari Jerman
300 Tahun Immanuel Kant, pada tanggal 22 April 1724, lahir seorang filsuf besar yang akan membentuk pemikiran dan landasan filosofis yang mendalam untuk generasi-generasi mendatang: Immanuel Kant. Kant lahir di Königsberg, Prusia (sekarang Kaliningrad, Rusia), dan menghabiskan sebagian besar hidupnya di kota tersebut. Hari ini, saat kita merayakan ulang tahunnya yang ke-300, adalah kesempatan untuk mengingat kembali warisan intelektualnya dan dampaknya yang luas dalam sejarah pemikiran manusia.
Immanuel Kant di kenal karena menyatukan dua tradisi filosofis yang dominan pada masanya: rasionalisme, yang di tekankan oleh filsuf seperti Descartes dan Leibniz, dan empirisme. Yang di pelopori oleh filsuf-filsuf seperti Locke dan Hume. Dalam karyanya yang paling terkenal, “Kritik Pertama”, yang di terbitkan pada tahun 1781, Kant memperkenalkan gagasan tentang “kritisisme”, suatu metode filosofis yang berpendapat bahwa pengetahuan manusia tidak hanya tergantung pada pengalaman sensoris semata, namun juga pada struktur bawaan pikiran manusia itu sendiri.
Baca juga: 10 Temuan Memukau Sepanjang 2023
Apriori dan Aposteriori
Salah satu konsep paling terkenal dalam karya Kant adalah konsep tentang “apriori” dan “aposteriori”. Menurutnya, ada pengetahuan yang di dapat secara apriori, artinya pengetahuan yang dapat di ketahui tanpa perlu mengalami pengalaman konkret, dan ada pengetahuan yang di dapat secara a posteriori, yang hanya dapat di ketahui melalui pengalaman empiris. Misalnya, menurut Kant, pengetahuan tentang ruang dan waktu adalah apriori, karena mereka adalah kerangka yang di berikan oleh pikiran manusia itu sendiri, sementara pengetahuan tentang warna dan bentuk benda adalah a posteriori, karena mereka di peroleh melalui pengalaman indera.
Karya Kant yang paling berpengaruh, “Kritik Kemampuan Berpikir Murni”, yang diterbitkan pada tahun 1787, lebih di kenal dengan sebutan “Kritik Kedua”. Di sini, Kant mengembangkan gagasan tentang “kritik etika”, yang bertujuan untuk menjawab pertanyaan fundamental tentang apa yang membuat tindakan moral benar atau salah. Kant mengusulkan bahwa moralitas bersumber dari kewajiban atau imperatif moral yang bersifat universal dan rasional, yang ia sebut sebagai “Imperatif Kategoris”. Menurutnya, tindakan moral yang benar adalah tindakan yang dilakukan atas dasar kewajiban, tanpa memperhitungkan konsekuensi atau hasilnya.
Kritik Kecantikan Murni
Selain kontribusinya dalam bidang metafisika dan etika, Kant juga berpengaruh dalam berbagai bidang lain, termasuk estetika, politik, dan agama. Dalam karyanya yang berjudul “Kritik Kecantikan Murni” (1790), Kant menyajikan gagasan tentang keindahan sebagai sesuatu yang bersifat subjektif. Namun memiliki dasar yang objektif, yang di sebutnya sebagai “rasa indah”. Ia juga menyumbangkan pandangan-pandangannya tentang hak asasi manusia dan hak-hak politik individu dalam karyanya yang berjudul “Mimpi tentang Perdamaian Abadi” (1795), di mana ia mengusulkan bahwa perdamaian dunia hanya dapat di capai melalui pembentukan federasi negara-negara berdasarkan prinsip-prinsip moral.
Kant juga memberikan kontribusi penting dalam bidang agama. Terutama dalam upayanya untuk merujuk kembali gagasan-gagasan keagamaan kepada akal sehat dan rasionalitas. Dalam karyanya yang berjudul “Agama Dalam Batas-batas Akal Murni” (1793), Kant mengusulkan gagasan tentang “agama moral”. Yang menekankan pentingnya moralitas dalam praktik keagamaan. Dan menolak banyak aspek keyakinan keagamaan tradisional yang tidak dapat di selaraskan dengan akal sehat.
Meskipun pemikirannya sering kali sulit di pahami dan kontroversial. Tidak ada yang meragukan bahwa Immanuel Kant adalah salah satu filsuf paling berpengaruh dalam sejarah pemikiran Barat. Warisan intelektualnya yang luas dan relevansinya yang terus berlanjut. Dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dan humaniora membuatnya tetap menjadi bahan pembicaraan dan studi yang penting hingga hari ini.
300 tahun setelah kelahirannya, kita mengenang Immanuel Kant bukan hanya sebagai seorang filsuf besar dari Jerman. Tetapi juga sebagai seorang pemikir yang mengubah cara kita memahami diri kita sendiri, alam semesta, dan tempat kita di dalamnya. Semangat penyelidikannya, keraguannya yang terus-menerus, dan ketekunannya dalam mengejar kebenaran. Membuatnya menjadi panutan bagi para pemikir di seluruh dunia. Dan akan terus mengilhami generasi-generasi mendatang dalam pencarian pengetahuan dan pemahaman yang lebih dalam tentang dunia di sekitar kita.