Kinerja Manusia Gegabah Di Tengah Era Robot

Di Tengah Era Robot dan Kecerdasan, Kinerja Manusia Justru Gegabah

Kinerja Manusia Gegabah Di Tengah Era Robot Tibalah kita pada dekade ketiga abad ke-21, di mana robot dan kecerdasan buatan berperan penting sebagai alat yang dapat membantu berbagai urusan manusia. Manfaat keberadaan robot dan kecerdasan buatan, tentunya dapat meringkas berbagai pekerjaan.

Misalnya, jika Anda bekerja sebagai akuntan, tidak perlu repot lagi menghitung data keuangan dalam statistik. Berbagai fitur robot dapat membantu, bahkan kecerdasan buatan dapat mengubahnya menjadi grafik dengan desain yang menarik untuk di presentasikan ke atasan Anda.

Pada akhirnya, tidak dapat di pungkiri bahwa ada hubungan sosial antara manusia dan robot yang tampak seperti tim kerja untuk menghasilkan pekerjaan.

Akan tetapi, para ahli merasa skeptis bahwa keberadaan robot dan kecerdasan buatan yang dapat membantu pekerjaan agar lebih produktif, justru membuat manusia menjadi pemalas. Dalam situasi tanpa robot dan kecerdasan buatan, misalnya, manusia yang bekerja secara tim terkadang lebih santai dan membiarkan rekannya melakukan pekerjaan.

Para ahli menyebut kebiasaan ‘kemalasan sosial’ bisa terjadi ketika seseorang dalam lingkungan memiliki kontribusi yang tidak di perhatikan. Kemalasan muncul karena telah menyesuaikan diri dengan kinerja anggota tim lainnya.

Baca juga: Riwayat Terungkapnya Cincin Saturnus

Frontiers in Robotics and AI

Lantas, bagaimana dengan hubungan kerja robot, kecerdasan buatan, dan manusia? Baru-baru ini, sebuah penelitian yang di terbitkan di jurnal Frontiers in Robotics and AI mengungkapkan bahwa pekerja manusia menjadi gegabah saat pekerjaannya lebih optimal dengan robot . Penelitian tersebut bertajuk “Lean back or lean in? exploring social loafing in human–robot teams”

“Bekerja bersama dapat memotivasi orang untuk bekerja dengan baik namun juga dapat mengakibatkan hilangnya motivasi karena kontribusi individu tidak begitu terlihat,” kata Dietlind Helene Cymek, penulis pertama makalah dari Institute of Psychology and Ergonomics, Berlin Technical University.

“Kami tertarik apakah kami juga dapat menemukan efek motivasi seperti itu ketika rekan tim kami adalah robot,” lanjutnya dalam laman Frontiers Science News.

Dalam eksperimen tersebut, 42 peserta terlibat dalam simulasi tugas, yakni memeriksa kesalahan pada papan sirkuit. Gambaran papan sirkuit itu di berikan kepada para peserta yang buram.

Agar dapat melihatnya lebih jelas, para peserta harus menggunakan alat seperti tetikus yang berada di atasnya. Setelah memeriksa, mereka harus menandai kesalahan yang ada pada papan sirkuit. Kemudian, para peserta di minta menilai sendiri upaya yang mereka lakukan, seberapa bertanggung jawab atas tugas yang mereka lakukan, dan menjelaskan caranya.

Sebelum pekerjaan di mulai, sebagian para dari para peserta di beri tahu oleh para peneliti bahwa pekerjaan mereka sebenarnya sudah dilukan oleh robot bernama Panda. Mereka tidak terlibat dalam kerja sama langsung dengan robot ini, tetapi mengetahui keberadaan bentuk dan kemampuannya.

Para peneliti mengamati, pada awalnya semua peserta tidak berbeda dalam pengerjaan pekerjaan, termasuk dalam waktu yang di habiskan untuk memeriksa papan sirkuit dan area yang di cari.

Linda Onnasch

“Sangat mudah untuk melacak arah pandangan seseorang, namun lebih sulit untuk mengetahui apakah informasi visual tersebut cukup di proses pada tingkat mental,” kata Linda Onnasch, penulis senior studi dari Berlin Technical University.

Para peneliti menilai bahwa para peserta ini mencerminkan efek “melihat tetapi tidak memerhatikan”. Kelompok peserta ini lebih mengandalkan apa yang di kerjakan Panda, tetapi kurang terlibat secara mental dalam bekerja. Hal ini membuat kelompok tersebut bekerja dengan gegabah tanpa memerhatikan apa yang telah di kerjakan robot.

Dalam evaluasi para peserta, mereka mengira telah memberikan perhatian yang setara dalam mencari kesalahan pada papan sirkuit. Mereka secara tidak sadar berasumsi bahwa Panda tidak melewatkan satu pun kesalahan untuk di tandai.

Temuan ini mengindikasikan bahwa pekerjaan seperti ini punya dampak pada keselamatan kerja. “Dalam giliran pekerjaan yang lebih lama. Ketika tugas bersifat rutin dan lingkungan kerja hanya memberikan sedikit pemantauan kinerja dan umpan balik. Hilangnya motivasi cenderung jauh lebih besar,” kata Onnasch.

“Di bidang manufaktur secara umum, namun khususnya di bidang keselamatan. Di mana pemeriksaan ulang merupakan hal yang biasa, hal ini dapat berdampak negatif pada hasil kerja,” lanjutnya.

Meski demikian, masih belum dapat di pastikan apakah kemalasan sosial benar-benar terjadi. Pasalnya situasi dalam eksperimen ini, para peserta menyadari bahwa sedang dalam pengawasan para peneliti.

Untuk mengungkapnya, para ilmuwan yang memerhatikan psikologis pekerja yang mengandalkan robot atau kecerdasan buatan. Harus di amati di lingkungan dunia kerja nyata).  “Perubahan dalam upaya mental jauh lebih sulit di ukur. Namun perlu di minimalkan untuk memastikan kinerja yang baik,” terang para peneliti dalam makalah.

By admin

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *